Menghormati Warisan: Warga Suku Tengger Gelar Ritual Unan-unan di Ngadiwono

Para warga Ngadiwono Arak-arakan dengan berjalan kaki, dan tetabuhan alat musik tradisional. 


JAKMAS | Pasuruan pada hari Minggu Klion, 28 April 2024, Warga suku Tengger di Ngadiwono Kec. Tosari, Kab. Pasuruan Jawa Timur menggelar Ritual Adat Unan-unan Tengger. Dimulai jam 12.00 Wib 

Ritual Unan-unan, atau Mayu Bumi, adalah upacara adat yang digelar oleh Suku Tengger di Pasuruan, Jawa Timur, 5 tahun sekali sesuai kalender Tengger. Ritual ini merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan permohonan agar diberi keselamatan dan terhindar dari bencana. 

Ritual Unan-unan Tengger diwarnai dengan ritual doa atas hasil bumi dan hasil ternak warga, arak-arakan dengan berjalan kaki, dan tetabuhan alat musik tradisional. 


Para warga Ngadiwono menghadiri Acara ritual adat Unan Unan Tengger 


Kata "Una" dalam Unan-unan berarti memperpanjang, dan ritual ini tak hanya mempersembahkan rasa syukur, tetapi juga upaya untuk memperpanjang bulan dalam kalender tradisional Tengger. Ini adalah simbol dari kesatuan mereka dengan alam dan langit. 

Paparan dari warga "sangat sakral, mengiat leluhur pada masa dulu, kedepan supaya bertambah maju, khusus para pemuda - pemuda cucu, didalam upacara adat seperti ini" Tono warga Ngadiwono

Para warga Ngadiwono menghadiri Acara ritual adat Unan Unan Tengger dimulai dari rute Balai Desa Ngadiwono menuju punden yang merupakan puncak upacara adat Tengger. 2.000 warga Ngadiwono menuju pure Tunggul Adisari diiringi gamelan tradisional khas Tengger.

“Tradisi yang digelar ini bertujuan untuk membersihkan desa dari segala hal negatif, sehingga warga Lereng Gunung Bromo diberi kesehatan dan keselamatan,” Eko Warnoto

Selanjutnya, Puncak Ritual Adat Unan-Unan Tengger dipimpin doa romo Pandito Dukun Tengger Puja Pramana, dibantu oleh Romo Pandito dukun Tengger Setiawan dan Romo sepuh. 

Nampak memimpin doa Romo Pandito Dukun Tengger Puja Pramana.


Usai doa ritual, dilanjutkan dengan ritual tayuban merupakan bentuk doa yang di visualisasikan dalam bentuk tarian tradisional bersama-sama lengkap memiliki busana hitam dengan udeng khas suku tengger dengan masing masing berselempang selendang merah untuk menari bersama dalam ritual tayuban.  Nampak selendang diselempangkan merupakan "selendang melambangkan ikatan kerukunan terhadap sesama".

kepala kerbau, kulit, serta tulang belulang dipendam usai di Doakan


Setelah diarak, dilanjutkan Prosesi Inti dengan menanam kepala Mahesa didepan tapal batas Desa Ngadiwono dengan disaksikan seluruh warga Desa yang hadir, sementara dagingnya dimakan bersama-sama. Saat puncak acara para pemangku adat berdoa dan menaburkan air suci kepada seluruh warga Tengger.


Previous Post Next Post